Menyadari keadaan ekonomi yang tidak mendukung seorang ibu berencana
untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi agar ia bisa mendapatkan
kehidupan yang lebih baik.
Kebetulan di sebuah kota ada seseorang baik yang mendedikasikan
hidupnya untuk mengurus bayi-bayi yang tidak diinginkan atau tidak bisa
diurus oleh orang tua mereka.
Yang perlu orang lakukan adalah meletakkan
bayinya di sebuah kotak yang telah disediakan dan pergi. Dan itulah
yang dilakukannya.
Dengan sebuah selimut ia bungkus anak pertamanya. Didalamnya ia sisipkan nama sang anak, “Henri”.
Mata polos sang bayi yang belum mengerti apa-apa itu memandang lurus
kepadanya, seolah memanggilnya, “Ibu, mau kamana?”
Bola mata sang bunda
menjadi berkaca-kaca menghadapi kenyataan ia tidak akan pernah bisa
mengurus darah dagingnya.
“Maafkan ibu, nak. Semoga masa depanmu lebih baik ya”
Sang jabang bayi itu tiba-tiba menangis mungkin ia mengerti akan berpisah dengan ibu kandungnya.
Disekanya air mata anaknya dengan telapak tangannya.
“Cup…cup jangan nangis nak….jadi anak yang baik ya…”
Si ibu bergegas dan meletakkan bayinya di kotak bayi. Lalu ia pergi
tanpa berpikir akan pernah berjumpa lagi dengan darah dagingnya lagi.
Henri dirawat oleh orang baik tersebut bersama dengan anak-anak lain
hingga ia berusia 3 tahun. Kemudian datanglah sepasang suami istri yang
ingin mengadposinyai menjadi buah hati mereka sebab mereka tidak bisa
memiliki anak.
Henri beranjak memasuki usia remaja. Seperti anak muda lainnya ia memiliki FB untuk eksis di sosmed.
Sunguh tidak dinyana ia berkenalan dengan seorang wanita. Ternyata
itu adalah ibunya. Wanita itu mengenali Henri dari fotonya. Di foto itu
Henri sedang bergaya iseng mengenakan selimut yang digunakan saat ia
masih bayi sebagai kerudung. Ibunya mengenali selimut itu, Sebab selimut
itu adalah buatan tangannya. Jadi hanya ada satu di dunia ini.
Pertama-tama Herni tidak percaya kalau wanita yang menyapanya di FB
itu adalah ibunya. Tetapi ketika ia melihat foto yang sempat diambil
oleh ibunya bersama dirinya waktu bayi dengan selimut itu, ia pun
percaya. Sungguh kebetulan sekali setelah sekian tahun berpisah mereka
bisa bertemu lagi. Mereka pun melepas rasa kangen mereka di FB chat.
Suatu hari mereka memutuskan untuk bertemu di depan sekolahan. Bukan
main bahagianya mereka saat saling berjumpa. Isak tangis pun mewarnai
pertemuan mereka.
Frekuensi pertemuan mereka pun semakin meningkat, kadang di mall,
kadang di rumah makan. Hingga akhirnya mereka mulai bertemu di kediaman
sang ibu.
Lama kelamaan hubungan mereka semakin akrab. Si ibu pun tidak
sungkan-sungkan lagi untuk memeluk-meluk putranya. Memberikan kecupan
kasih sayang kepada anaknya. Demikian juga Henri tidak malu-malu
melakukan hal yang sama.
Wajah Henri dan karakteristik serta tingkah lakunya mirip dengan ayah
kandungnya. Setiap kali si ibu bersama anaknya ia merasa sedang
bernostalgia bersama dengan ayahnya dulu. Mulailah di dalam hatinya
timbul harapan hubunganya dengan Henri lebih dari sekedar ibu dan anak.
Ia kini suka mengecup Henri di telinganya dan di bibirnya namun
dengan cara yang menjurus ke ciuman seksual meskipun dibuat tidak
terlalu ketara. Selain itu tangannya suka ia letakkan dekat-dekat ke
selangkangan Henri, sehingga kalau ia bergerak, pasti tersentuh bagian
privatnya.
Awalnya perbuatan ibunya Henri anggap biasa saja, tapi lama kelamaan ia mulai measakan ada sesuatu yang lain.
HIngga suatu hari ibunya mulai terang-terangan memasukkan tangannya ke dalam celananya dan meremas kemaluannya.
Saat itu juga raut wajah Henri berubah. Ia pun buru-buru permisi pulang.
Hubungan keduanya menjadi renggang. Henri selalu menghindar dan dapat
lagi ditemui di sekolah. Sang ibu berusaha mengontaknya melalui FB
chat, tapi ia tidak mendapat balasan.
Hingga suatu waktu, sang ibu mendapatkan pesan di inbox.
“Ibu…kenapa ibu lakukan itu?”
Sang ibu tampak senang sekali anaknya menghubungi dirinya lagi, meskipun ia harus berhadapan dengan pertanyaan yang sulit.
“Maafin ibu, nak kalau sudah membuatmu tidak nyaman.”
“Henri padahal senang banget bisa berjumpa sama ibu. Doa Henri akhirnya terjawab.”
“Henri, ibu janji..tidak akan melakukan itu lagi. Jangan marah ya ke ibu.”
“…Henri kangen ibu…”
“Ibu juga nak…”
“Aku sayang sama ibu…”
“Iyah nak…”
“Aku mau ketemu lagi…”
“Ya udah..kita ketemu di KFC yah..”
“Gak…di rumah ibu aja.”
“Ya udah, besok ibu jemput yah di sekolah.”
“Iya”
Keesokan harinya seusai sekolah, Henri dijemput dan tiba di rumah ibu kandungnya.
“Henri sudah makan? Ibu masakin yah. Mau makan apa?”
“Nasi goreng!”
“Ya udah, tunggu sebentar, ya”
Si ibu menyiapkan masakan di dapur. CSsshhh suara minyak panas di
wajan.
Selagi ibunya memasak, Henri memperhatikan sosok wanita yang
telah melahirkannya itu. Tingginya setinggi rata-rata wanita Indonesia
pada umumnya.
Pinggulnya lebar dan kalau sedang berdiri suka menumpukan
beratnya di salah satu kakinya sehingga ia jarang kelihatan berdiri
lurus
.
Tak berapa lama masakan pun jadi dan mereka menikmati hidangan itu.
“Hmm…lezaaat…,” ujar Henri.
“Dihabisin yah..”
“Iya bu…”
Setelah makan mereka tidur-tiduran di sofa dan keduanya
berbincang-bincang tentang pelajaran di sekolah, teman-temannya dan
lainnya. Sampai pembicaraan menjurus ke seks.
“Bu…apakah orang tua itu biasanya melakukan hubungan seks dengan anak-anak mereka?”
Si ibu terkejut dengan pertanyaan anaknya, dan merasa berasalah.
“Henri, dengar, nak…lupakanlah apa yang terjadi waktu itu…”
Henri langsun memotong.
“Karena orang tua angkat Henri juga ngeseks sama Henri…Henri kira,
karena mereka bukan orang tua kandung makanya mereka lakukan itu ke
Henri”
Si ibu terkejut mendengar pengakuan anaknya.
“Yang bener, Henri. Kamu jangan bohong yah…”
“Henri gak bohong bu….kata mereka itu tanda cinta mereka ke Henri.”
Si ibu terdiam seribu bahasa.
“Ibu juga melakukan ‘itu’ ke Henri. Kalau memang itu memang tanda untuk menunjukkan cinta, Henri mau melakukannya dengan ibu.”
Si ibu birahinya langsung naik mendengar ucapan anaknya.
“Nak…plis jangan goda ibu seperti itu…kalau kamu bicara seperti itu…ibu akan…”
“Apa? Ibu akan…apa?” tanya Henri lirih.
Sedetik tiga detik si ibu terdiam, matanya beradu pandang dengan
Henri. Tanpa bicara lagi sang ibu langsung membuka sabuk dan celana
anaknya dengan tergesa.
Ditariknya turun bersama-sama dengan CDnya
hingga Henri setengah bugil. Jantung sang ibu berdebar-debar melihat
alat kelamin Henri yang berukuran sedang itu. Dijepitnya batang itu
diantara jemarinya dan dikocok dengan cepat.
“Ahh…ibu…ahh…”
Diciuminya kedua paha Henri bergantian, makin lama makin ke atas,
sampai akhirnya mencapai buah zakarnya, kemudian ia hisap dan
jilat-jilat.
Henri mengernyitkan alisnya menahan kenikmatan dari batangnya.
Melihat ekspresi anaknya si ibu menjadi gemas dan semakin terbakar
nafsunya. Ia cium putranya yang baru duduk di bangku SMP itu.
“Henri oh Henri…Ibu sayang Henri…”
“Henri juga….”
Penis Henri mulai menjadi basah. Cairan putih perlahan keluar sedikit demi sedikit dari belahan kecil di ujung batangnya.
“Ibu ingin kulum penis kamu, boleh..nak?”
“Boleh….”
Si ibu meraih batang anaknya dan memasukkannya ke mulutnya. Henri
menggigit bibir bawahnya menikmati lidah tak bertulang yang menjilati
penisnya di dalam rongga mulut itu.
Badannya bergetar saat bibir ibunya perlahan mulai mengurut batangnya dari atas ke bawah, berulang-ulang.
“Oh ibu…itu rasanya enak…”
“Kamu suka nak?”
“Suka, bu…”
Henri lalu meraih kepala ibunya dan menjambak rambutnya. Di buka lebar kedua kakinya sehingga dia bisa bertumbu.
“Bu…Henri entot mulut ibu yah….”
Dengan cepat Henri menggerak-gerakkan pinggulnya naik turun. Penisnya menghujam mulut ibunya tanpa ampun.
Perlahan Henri bangkit dari posisi tidurnya, tanpa menghentikan
gerakan pantatnya. Hingga akhirnya ia berdiri dan ibunya terduduk agak
sedikit membungkuk.
“Oh ya…ya..ya…shhh…ibu…aku dah mau keluar…”
Bunyi becek pun terdengar semakin keras.
Tiba-tiba Henri mengejang, “Aahh!!”
Ibunya dapat merasakan cairan panas menembak berulang-ulang di dalam rongga mulutnya, mengenai bagian belakangnya.
Henri mencabut batangnya dari mulut ibunya.
“Telan, bu…”
Tenggorokan si ibu bergerak-gerak tanda ada sesuatu yang masuk melewatinya.
“Owh…seksi…sekali bu…”
Henri memeluk ibunya dan mereka saling berciuman mesra.
“Bu…”
“Yah..?”
“Ibu suka dengan apa yang kita lakukan barusan?”
“Suka…kamu agresif yah rupanya…”
“Kadang…kalau turn on…”
“Ibu bikin kamu turn on…?”
“Iya…”
“Ibu…?”
“Hmm.. apa nak?”
“Boleh Henri buka kancing baju ibu?”
“Ah..Henri…”
“Kenapa?”
“Ibu horni dengernya…”
“Lebarin juga kaki ibu…”
“Kenapa?”
“Henri mau buka baju ibu, sambil benamin penis Henri di kemaluan ibu.”
“Ahh…Henri…kamu mau buat ibu turn on ya?
”
Si ibu membuka kedua kakinya lebar, mengangkat roknya, lalu
menyampirkan tepian CDnya. Dengan jarinya ia membuka bibir vaginanya.
“Masukin sayang…”
Henri mengambil posisi di tengah berhadapan dengan ibunya. Ia
kocok-kocok penisnya sebentar sambil digesek-gesek di bagian luar vagina
ibunya yang yang berbulu dan terawat. Setelah tegang lagi, Ia tusukan
ke dalam gua senggama itu.
“Mmmhh……”
“Bagaiman bu…dimasukin penis anak sendiri?”
“Ini pertama kali ibu ngalamin, nak…tegang rasanya…”
“Love you mom”
“Iyah Henri..”
Kemudian satu persatu Henri membuka kancing blus putih ibunya. Iai
menelan ludah saat sedikit demi sedikit daerah dada ibunya terbuka.
Setelah kancing terakhir terlepas, Henri membuka blus itu dibantu
ibunya.
“Buka BH-nya, bu…Henri mau lihat puting ibu…”
Si ibu menuruti perintah anaknya dan melepaskan pengait di dada depannya.
“inikah yang ingin kamu lihat, nak?”
“Iya…”
Tangan Henri mencoba menangkup kedua payudara itu. Rasanya seperti
memegang buah melon tapi kenyal. Lalu ujung jari telunjuknya menekan dan
memutar-mutar pentil coklat yang telah mengeras dan mencuat.
“Enak Henri digituin….Kamu pasti sering pegang buah dada ibu angkatmu yah…?”
Henri mengangguk.
“Besaran mana?”
“Lebih besar ibu, tapi putingnya besaran ibu angkat.”
“Apakah kalian berdua sering ngeseks?”
Henri mengangguk, “Aku dan ayah angkat juga suka menyetubuhi ibu angkat bareng-bareng.”
“Bagaimana perasaanmu?”
“Awallnya kaget, takut, marah, sedih…dan aku sering merasa melakukan
sesuatu yang salah, makanya waktu ibu juga pegang-pegang Henri….”
“Kalau sekarang bagaimana perasaan kamu?”
“Bahagia….karena ternyata itu memang karena cinta, seperti ibu ke Henri sekarang”
“Hmm…ibu buka yah bajunya, sayang….ibu mau lihat kamu bugil.”
“Buka ajah…”
Henri mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan. Si ibu tersenyum
merasakan kenikmatan gesekan penis anaknya di lubang senggamanya.
“Aahh…”
Kancing baju seragam Henri mulai terlepas satu persatu, menambah
gairah sang ibu. Saat sudah terbuka, telapak tangannya mengusap-usap
dada anaknya sambil melepaskan pakaian yang menutupi tubuhnya.
“Mmmhhh….”
Sang ibu menarik anaknya kembali tiduran di atas sofa, dan dia
mengambil posisi di atas tubuh Henri. Kemudian sang ibu
menggoyang-goyangkan pinggulnya ke depan ke belakang dan memutar,
memelintir penis Henri yang bersarang di vaginanya.
“AAhhh…ahh…”
“Gimana Henri enak?”
“Ehemm….”
5 menit menyetubuhi anaknya si ibu akhirnya mencapai puncak orgasme.
“OOOhhhh…..”
Srrrr…srrr….srrr…..
Cairan kewanitaannya menyemprot keluar dari organ kewanitaannya.
Tubuhnya basah oleh keringat.
Nafasnya tersenggal-senggal. Lalu ia
membungkuk mendekatkan wajahnya ke wajah anaknya.
“Ibu keluar nak….dah sekian tahun, ini kali pertama ibu mengalami orgasme seperti ini lagi.”
“Henri senang, ibu bisa capai klimaks.”
“Kamu belum keluar ya Hen…kuat juga ya kamu?”
Henri tersenyum.
“Kamu mau dikeluarin? Mau diapain, hmn?” tanya sang ibu sambil menoel hidung anaknya.
“Henri mau dikocokin sama ibu, tapi ibu harus sambil pakai gamis dan jilbab, terus masturbasi pakai botol.”
Si ibu agak kaget dengar dia harus masturbasi pakai botol.
“Nanti kalau pecah bagaimana?…pakai sex toy aja yah…”
“Ibu punya?”
“Ada dildo…kamu tahu dildo…?”
“Tahu…”
“Ok yah…jangan pakai botol…yah…”
“Iya, gpp….buruan ya bu ganti bajunya…”
“Selera kamu ada-ada aja dee…”
Ibu Henri pun pergi ke kamarnya dan berganti pakaian gamis dan
jilbab.
Henri yang penasaran dan kebetulan belum tuntas untuk ronde
kedua menyusul ibunya. Saat ia buka pintunya, ia terpana.
“Ibu cantik deh…”
Si ibu terkejut dengan kehadiran Henri, “Eh..Henri, kenapa dah gak sabar ya…?”
Henri berjalan mendekati ibunya diperhatikan ibunya dari ujung kepala hingga kaki.
“Duduk bu…dildonya mana?”
“Ada di tas, ibu ambil dulu yah…”
Si ibu mengambil sebuah benda panjang bewarna hitam. Lalu ia duduk di
pinggir kasur, dia angkat tepian bawah gamisnya yang agak ketat, lalu
mengangkang.
Benda hitam panjang itu pun dimasukkannya ke dalam
lubangnya. Mulat vagina kewantiaannya pun menelan masuk benda
beridameter besar itu.
“Ahh…Ayo bu, cepet kocok Henri, dah gak tahan lihat ibu, nafsuin”
Henri menyodorkan penisnya ke ibunya dan langsung disambut oleh tangan ibunya.
“Ah…ahhh..ah….”
Mata Henri tak berkedip melhat ibunya masturbasi di depanya sambil
memakai gamis dan jilbab.
Tangannya menggapai payudara ibunya dan
meremas-remasnya dengan liar.
Si ibu pun birahi melihat anaknya terangsang oleh dirinya.
“Henri anak nakal…nyuruh ibu sendiri masturbasi di depan anaknya…,” goda si ibu.
“Ibu juga wanita nakal, pakai gamis jilbab ternyata suka masturbasi…” balasnya.
“Kamu suka nak, lihat ibu begini?”
“Iyah…”
Mata Henri tak lepas dari daerah vagina ibunya yang ditusuk-tusuk oleh
dildo hitam itu. Kocokan di tangan si ibu pun bergerak dengan cepat
memberikan kenikmatan luar biasa di batang Henri.
Tiba-tiba Henri mencabut dildo itu dari lubang ibunya.
“Kenapa nak?”
Tanpa menjawab, Henri dengan cepat menubruk ibunya. Sebelum si ibu
menyadari apa yang terjadi. Henri sudah melepaskan spermanya di dalam
lubangnya.
“Ahhh…Henri keluar…!”
Henri mengecrotkan spermanya cukup banyak di dalam lubang ibunya.
“Oh…kamu keluarin di dalam ya…?”
“Ahhh….Iya…Henri takut ibu gak izinin, jadi Henri langsung ajah…”
“Iiih kamu tuh agresif yah….orangnya…”
Setelah itu mereka berdua berciuman memadu kasih beberapa saat,
sebelum akhirnya mandi bareng. Hubungan mereka terus berlanjut demikian
juga hubungan seksual mereka.
Tamat